Asal mula kajian komunikasi dalam sosiologi bermula dari akar tradisi pemikiran Karl Marx, di mana Marx sendiri adalah masuk sebagai pendiri sosiologi yang beraliran Jerman sementara Claude Henri Saint-Simon, August Comte, dan Emile Durkheim merupakan nama-nama para ahli sosiologi yang beraliran Prancis.
Sementara itu gagasan awal tentang Marx tidak pernah lepas dari pemikiran-pemikiran Hegel. Hegel memiliki pengaruh yang kuat terhadap Marx, bahkan Karl Marx muda menjadi seorang idealisme (bukan materialisme) justru dari pemikiran-pemikiran radikal Hegel tentang idealisme, adapun kemudian Marx tua menjadi seorang materialisme, hal itu adalah sebuah pengalaman pribadi manusia dalam prosesnya dengan konteks sosial yang dialami oleh Marx sendiri.
Menurut Ritzer, pemikiran Hegel yang paling utama dalam melahirkan pemikiran-pemikiran tradisional konflik dan kritis adalah ajarannya tentang dialektika dan idealisme. Dialektika adalah cara berpikir dan citra tentang dunia. Sebagai cara berpikir, mila, konflik, dan kontradiksi, yaitu cara-cara berpikir yang lebih dinamis. Di sisi lain, dialektika adalah pandangan tentang dunia bukan tersusun dari struktur yang statis, tetapi terdiri dari proses hubungan, dinamika konflik, dan kontradiksi. Pemahaman dialektika tentang dunia semacam inilah (terutama melihat dunia sebagai bagian yang berhubungan satu dengan lainnya) di kemudian hari melahirkan gagasan-gagasan tentang kamunikasi seperti apa yang dikemukakan oleh Jurgen Habermas dengan tindakan komunikasi (interaksi).
Hegel juga dikaitkan dengan filsafat idealisme yang lebih mementingkan pikiran dan produk mental daripada kehidupan material. Dalam bentuknya yang ekstrem, idealisme menegaskan bahwa hanya konstruksi pikiran dan psikologis lah yang ada, idealisme adalah sebuah proses yang kekal dalam kehidupan manusia, bahkan ada yang berkeyakinan bahwa proses mental tetap ada walaupun kehidupan sosial dan fisik sudah tidak ada lagi. Idealisme merupakan produk berpikir yang menekankan tidak saja pada proses mental namun juga gagasan-gagsan yang dihasilkan dari proses mental itu.
Pemikiran-pemikiran Habermas sendiri termasuk dalam kelompok kritis. Habermas sendiri menanamkan gagasan-gagasan sebagai rekonstruksi materialisme historis. Habermas bertolak dari pemikiran Marx, seperti potensi manusia, spesies makhluk, aktivitas yang berperasaan. Ia mengatakan bahwa, Marx telah gagal membedakan antara dua komponan analitik yang berbeda, yaitu kerja (atau tenaga kerja, tindakan rasional-purposif) dan interaksi (atau aksi komunikatif) sosial (atau simbolis). Di antara kerja dan interaksi sosial, Marx hanya membahas kerja saja dengan mengabaikan interaksi sosial. Jadi, kata Habermas, “ia hanya mengambil perbedaan antara kerja dan interaksi sosial sebagai titik awalnya”. Di sepanjang tulisannya, Habermas menjelaskan perbedaan ini, meski ia cenderung menggunakan istilah tindakan (kerja) rasional-purposif dan tindakan komunikatif (interaksi). Dalam The Theory of Communication Action pun ia menyebut tindakan komunikatif ini sebagai bagian dari dasar-dasar ilmu sosial dan teori komunikasi.
Selama tahun 1970-an Habermas memperbanyak studi-studinya mengenai ilmu-ilmu sosial dan mulai menata ulang teori kritik sebagai teori komunikasi. Tahap kunci dari perkembangan ini termuat dalam kumpulan studi yang ditulis bersama Niklas Luhmann, yakni Theori der Gesellschaft der Sozialtechnologie (1971); Legitimations probleme des Historischen Materialismus (1976); dan kumpulan esai dalam sekian buku lagi. Habermas sendiri saat ini menjadi guru besar filsafat dan sosiologi yang hidup di Frankfurt.
Sumbangan pemikiran juga diberikan oleh John Dewey, yang sering disebut sebagai the first philosopher of communication itu dikenal hingga kini dengan filsafat pragmatiknya, suatu keyakinan bahwa sebuah ide itu benar jika ia berfungsi dalam praktik. Pragnatisme menolak dualisme pikiran dan materi, subjek, dan objek. Jadi, gagasan-gagasan seharusnya bermanfaat bagi masyarakat, pesan-pesan ide harus terampaikan dan memberi kontribusi pada tingkat perilaku orang. Pesan ide membentuk tindakan dan perilaku dilapangan.
Dengan demikian, sejarah sosiologi komunikasi menempuh dua jalur. Bahwa kajian dan sumbangan pemikiran Auguste Comte, Durkheim, Talcott Parson, dan Robert K. Merton merupakan sumbangan paradigma fungsional bagi lahirnya teori-teori komunikasi yang beraliran struktural-fungsional. Sedangkan sumbangan-sumbangan pemikiran Karl Marx dan Habermas menyumbangkan paradigma konflik bagi lahirnya teori-teori kritis dalam tujuan komunikasi.
Sosiologi sejak semula telah menaruh perhatian pada masalah-masalah yang ada hubungan dengan interaksi sosial antara seseorang dan orang lainnya. Apa yang disebutkan oleh Auguste Comte dengan “social dynamic”, “kesadaran kolektif” oleh Durkheim, dan “interaksi sosial” oleh Marx serta “tindakan komunikatif” dan “teori komunikasi” oleh Habermas adalah awal mula lahirnya perspektif sosiologi komunikasi. Bahkan melihat kenyataan semacam itu, maka sebenarnya gagasan-gagasan perspektif sosiologi komunikasi telah ada bersamaan dengan lahirnya sosiologi itu sendiri baik dalam perspektif struktural-fungsional maupun dalam perspektif konflik.
Selain apa yang disumbangkan Karl Marx dan Habermas mengenai teori kritis dalam komunikasi, sumbangan dari perspektif strukturak-fungsional dalam sosiologi yang diajarkan oleh Talcott Parson dengan teori sistem tindakan maupun dengan skema AGIL, serta kajian Rebert K. Merton tentang struktur-fungsional, struktur sosial dan anomie, merupakan sumbangan-sumbangan yang amat penting terhadap lahirnya teori-teori komunikasi di waktu-waktu berikutnya.
Saat ini perspektif teoretis mengenai sosiologi komunikasi bertumpu pada fokus kajian sosiologi mengenai interaksi sosial dan semua aspek yang bersentuhan dengan fokus kajian tersebut. Narwoko dan Suyanto mengatakan bahwa, kajian tentang interaksi sosial disyaratkan adanya fungsi-fungsi komunikasi yang lebih dalam, seperti adanya kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial terjadi tidaklah semata-mata tergantung tindakan tetapi juga tergantung pada adanya tanggapan terhadap tindakan tersebut, sedangkan aspek penting dari komunikasi adalah bila seseorang memberikan tafsiran pada sesuatu atau pada perikelakuan orang lain. Dalam komunikasi juga persoalan makna menjadi sangat penting ditafsirkan oleh seseorang yang mendapat informasi (pemberitaan) karena makna yang dikirim oleh komunikator (receiver) dan penerima informasi (audience) menjadi sangat subjektif dan ditentukan oleh konteks sosial ketika informasi itu disebar dan diterima.
Artikel bermanfaat lainnya:
- Interaksi Sosial (Materi Lengkap Sosiologi)
- Sosiologi (Artikel Lengkap)
- Pengertian Sosiologi Komunikasi
Semoga bermanfaat, Tetap Semangat! | Materi Pelajaran
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete