Latar Belakang Peristiwa Rengasdengklok (Artikel Lengkap)

Peristiwa Rengasdengklok adalah peristiwa penculikan (pengamanan) Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta oleh golongan muda pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 03.00 ke kota Rengasdengklok. Rengasdengklok adalah sebuah kecamatan di Jawa Barat tepatnya di sebelah utara kota Karawang. Peristiwa ini memang terjadi tepat sehari sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Sekelompok golongan muda tersebut antara lain Soekarni, Wikana, dan Chaerul Saleh. Tujuannya adalah untuk mendesak Soekarno agar mempercepat Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Rengasdengklok dipilih untuk menjauhkan Soekarno dan Hatta dari pengaruh Jepang. Berikut adalah penjelasan latar belakang peristiwa Rengasdengklok.

Latar belakang Peristiwa Rengasdengklok

1. Jepang Menyerah Kepada Sekutu

Untuk menghadapi pasukan Jepang, negara-negara sekutu yang terdiri dari Amerika Serikat, Inggris, Tiongkok, dan Belanda membentuk pasukan gabungan yang diberi nama Front ABCD (America, British, China, Dutch). Kemudian, Front ABCD berhasil didesak pasukan Jepang. Namun, pada akhirnya pasukan Jepang dikalahkan oleh pasukan Front ABCD dalam pertempuran di Laut Karang pada tanggal 7 Mei 1945. Setelah itu, pasukan Jepang terus terdesak di pertempuran berikutnya. Jepang menyerang pangkalan militer Amerika Serikat di Pearl Harbor, Hawaii. Kemudian Amerika Serikat membalasnya dengan menjatuhkan bom atom di kota Hiroshima (6 Agustus 1945) dan Nagasaki (9 Agustus 1945) yang merupakan pusat industri Jepang kala itu.

Serangan bom atom tersebut lantas membuat Jepang tidak berdaya sehingga terpaksa menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Hal tersebut salah satunya mengakibatkan terjadinya kekosongan kekuasaan di wilayah Indonesia. Pasukan Sekutu yang bertugas menerima kekuasaan atas wilayah Indonesia dari Jepang belum tiba di Indonesia.

2. Perbedaan Pendapat Antara Golongan Muda dan Golongan Tua

Pernyataan bahwa Jepang sudah menyerah tanpa syarat kepada Sekutu dan berakhirnya perang diterima pada tanggal 15 Agustus 1945 melalui berita siaran radio Amerika Serikat oleh para pemuda Menteng Raya 31 Jakarta yakni Chaerul Saleh, Abubakar Lubis, dan Wikana.

Setelah mendengar berita tersebut, mereka langsung menemui Soekarno dan Moh. Hatta di Jalan Pegangsaan Timur No. 58 Jakarta. Golongan muda (Soekarni, Wikana, Aidit, dan Chaerul Saleh) meminta mereka untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun, permintaan golongan muda ditolak oleh golongan tua (Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta) karena pelaksanaan proklamasi perlu dibicarakan terlebih dahulu dalam rapat PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Golongan muda kemudian tidak setuju karena menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan mendesak agar golongan tua tidak terpengaruh oleh Jepang. Golongan muda tidak ingin kemerdekaan Indonesia seolah-olah merupakan pemberian dari Jepang, melainkan hasil dari perjuangan bangsa Indonesia.

Pada malam hari tanggal 15 Agustus 1945, diadakan rapat di ruang Lembaga Bakteriologi (sekarang FKM UI) di Pegangsaan Timur yang dihadiri oleh Subianto, Darwis, Margono, Sukarni, Djohan Nur, Aidit Sunyoto, Yusuf Kunto, Armansyah, Kusnandar, Sodanco Singgih, Subadio, dan Chaerul Saleh. Rapat tersebut dipimpin oleh Chaerul Saleh. Pada rapat tersebut diputuskan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hak rakyat Indonesia sendiri, tidak dapat digantungkan kepada bangsa lain. Segala ikatan, hubungan, dan janji kemerdekaan dengan Jepang harus diputus. Mereka juga menginginkan agar diikutsertakan dalam menyatakan proklamasi.

Berikut adalah hasil resmi rapat golongan muda tersebut:

“Kemerdekaan Indonesia adalah hal dan soal rakyat Indonesia sendiri, tak dapat digantung-gantungkan pada orang atau kerajaan lain. Untuk menyatakan bahwa Indonesia sudah sanggup merdeka, dan sudah tiba saat merdeka, baik menurut keadaan atau kodrat maupun historis. Dan jalannya hanya satu, yaitu: dengan proklamasi kemerdekaan oleh bangsa Indonesia sendiri, lepas dari bangsa asing, bangsa apapun juga.”

Hasil rapat kemudian disampaikan oleh Darwis dan Wikana kepada golongan tua di hari yang sama pada pukul 22.00.

Golongan tua yang diwakili Soekarno menolak hasil rapat yang disampaikan perwakilan golongan muda. Itu dikarenakan Soekarno merasa bertanggung jawab sebagai ketua PPKI. Kuatnya pendirian golongan tua membuat golongan muda berpikir bahwa golongan tua telah termakan pengaruh Jepang. Darwis dan Wikana meninggalkan kediaman Soekarno pada pukul 24.00.

3. Rapat Penculikan Soekarno dan Hatta

Sebuah rapat kembali diadakan di Jalan Cikini 71, Jakarta yang dihadiri oleh Sukarni, Yusuf Kunto, Chaerul Saleh, dan Shodanco Singgih. Rapat tersebut kembali dipimpin oleh Chaerul Saleh. Golongan muda akhirnya memutuskan untuk “menculik” Soekarno dan Moh. Hatta sesuai dengan usulan Djohar Nur:

“Segera bertindak, Bung Karno dan Bung Hatta harus kita angkat dari rumah masing-masing.”

Kemudian Chaerul Saleh menegaskannya sebagai keputusan rapat sebagai berikut:

“Bung Karno dan Bung Hatta kita angkat saja. Selamatkan mereka dari tangan Jepang dan laksanakan Proklamasi tanggal 16 Agustus 1945.”

Rencana tersebut disepakati. Shodanco Singgih ditunjuk untuk memimpin pelaksanaan. Pada pukul 3 dini hari keesokan harinya (16 Agustus 1945), Soekarno dan Hatta “diculik” ke Rengasdengklok untuk menjauhkan mereka dari pengaruh Jepang.


Referensi:

  1. Ini Dia Latar Belakang terjadinya Peristiwa Rengasdengklok! Kalian Wajib Tahu (http://balaiedukasi.blogspot.co.id/2016/02/latar-belakang-peristiwa-rengasdengklok.html)

Anda bisa request artikel apa saja melalui hedisasrawan@merahputih.id atau langsung saja lewat komentar dibawah :)

No comments:

Post a Comment