Cerpen: Jelang Tamat SD

"Horee... Ujian nasional telah selesai!" teriak salah satu temanku, Yogi. Aku berkata "Iyaa.. Sekarang tinggal nunggu hasil ujian kita atau NEM". Yogi mungkin adalah satu-satunya teman yang mengerti tentang aku, jadi dia adalah teman terbaikku selama aku duduk di bangku Sekolah Dasar. Setelah lama aku mengobrol dengan teman-temanku, akhirnya bel sekolah berbunyi. Kami pun langsung berkumpul di halaman sekolah untuk mendengarkan pengumuman-pengumuman dari kepala sekolah SD Negeri 3 Sading.

"Anak-anak, ujian nasional telah selesai, semoga NEM kalian bagus-bagus semua. Hari Sabtu nanti kita semua akan melakukan perpisahan di pura Tampaksiring. Anak-anak kelas 6 wajib ikut, bagi anak-anak kelas 3 keatas boleh ikut. Biayanya 80.000 Rupiah" kata kepala sekolah melalui pengeras suara. Semua berteriak kegirangan “yess...”.

Setelah mendengar pengumuman, semua siswa pun dipulangkan. Hari itu adalah hari sesudah ujian nasional. Jadi tidak ada aktivitas belajar mengajar. Kami tidak perlu membawa tas dan menggunakan pakaian kerja bakti (baju olahraga celana biru atau coklat jika hari Jumat dan Sabtu). Di perjalanan pulang, saya sempat mengobrol dengan teman-teman saya lagi tentang perpisahan yang akan diadakan di pura Tampaksiring. Aku bertanya "kalian semua ikut tamasya(istilah teman-temanku)?". Temanku yang kelas 6 bilang “ikut dong”. Yang kelas 3,4, dan 5 ada yang bilang ikut ada juga yang bilang tidak ikut.

Akhirnya sampai juga saya di rumah. Maklumlah kalau cepat sampainya karena jarak antara rumahku dengan sekolah sekitar 100 meter. Sampai di rumah aku langsung bercerita sama ibuku tentang tamasya itu. Ibuku menyuruhku untuk menyiapkan semuanya dari sekarang dan uangnya. Keesokan harinya (hari Jumat) ibuku memberi aku uang sesuai dengan biaya tamasya, yaitu Rp 80.000 dan aku pun berangkat ke sekolah dengan berpakaian kerja.

Di sekolah saya hanya membayar biayanya dan mendengar pengumuman tentang hal-hal yang berhubungan dengan tamasya. Pengumumannya: Jam 7 pagi bis sudah berangkat, biaya sudah termasuk biaya bis, makan siang, dan biaya perpisahan. Setelah itu kami langsung pulang. Sepulang sekolah saya langsung meminta bapakku untuk membelikan snack, minuman, dan obat anti mabuk. Ibuku memberi aku uang sebesar Rp50.000 untuk bekal tamasya. Malamnya, setelah semua disiapkan, aku memasukkannya ke dalam tas dan langsung tidur.

Sekarang saatnya tamasya ke pura Tampaksiring! Saya sengaja bangun pagi-pagi sekali sekitar jam setengah lima pagi untuk bersiap-siap dan mengecek barang-barang yang harus dibawa. Lalu saya mandi sambil keramas dan menggunakan pakaian yang biasa aku pakai untuk jalan-jalan. Kenapa tidak pakaian adat? Karena ‘event’ ini adalah tamasya perpisahan bukan tirtayatra. Tidak lupa aku minum obat anti mabuk 30 menit sebelum bis berangkat.

Saatnya berangkat ke sekolah. Saya berangkat dengan diantar bapakku. Saya sampai di sekolah jam 7 kurang 15 menit, 15 menit sebelum bis berangkat. Saya memeriksa isi tas lagi dan sempat berfoto-fotoan bareng teman-teman di sekolah. Sebelum berangkat, kami berdoa dan menghitung siswa yang hadir. Kemudian kami menaiki bis secara tertib. Bis akan berangkat, ternyata bisnya Cuma bis hijau biasa berjumlah 2 buah. Aku mendapat tempat duduk di barisan ke 2 dari depan bersama Yogi, teman terbaikku. Di perjalanan, kami semua bernyanyi ria untuk menghilangkan rasa bosan dan mabuk. Kami memulai dengan menyanyikan lagu ‘Naik-Naik ke Puncak Gunung’. Walaupun kami tidak ke Bedugul ataupun ke Kintamani. Tapi kami merasa terhibur. Sekitar setengah jam aku berada di bis, semuanya sudah bosan menyanyi. Barulah mulai ada orang yang muntah-muntah. Tapi syukurlah aku dan Yogi tidak muntah di perjalanan.

Setelah sekitar 1 jam berada di bis, akhirnya sampai juga kami di tujuan, pura Tampaksiring. Baru saja aku keluar dari bis sudah dikerumuni para pedagang bagaikan artis diminta tanda tangan. Tawaran para pedagang sangat beragam. Ada yang jual snack, minuman, mainan, patung kayu, dan ada juga yang bawa ‘omang-omang’. Aku tidak menghiraukannya, Cuma bilang “iyaa, nanti kalau udah mau pulang baru saya belanja”, tapi tetap saja mereka mengerumuniku sampai aku sampai di tempat berkumpul untuk acara perpisahan.

Kami berkumpul untuk melaksanakan acara perpisahan di sebuah bale besar diatas kolam ikan. Sebelum acara dimulai, kami makan nasi bungkus yang telah dibagikan dan snack yang kami bawa dari rumah. Saya sempat berfoto-foto sebentar bersama teman-temanku. Semuanya aneh-aneh sekali gayanya berfoto dan sempat juga berfoto bersama anak-anak kelas 6.

Acara perpisahan dimulai, acara dimulai dengan ceramah dari para guru dan kepala sekolah. Dilanjutkan dengan pidato dari ketua kelas, pembacaan puisi perpisahan, dan menyanyikan lagu bersama. Setelah itu semua murid-murid kelas 5,4,3 beserta guru-guru dan kepala sekolah yang ikut bersalaman dengan murid kelas 6. Hampir semuanya berpesan kepadaku seperti ini saat bersalaman “Hedi, kamu pintar, pertahankan nanti di SMP ya...”. Suasana pada saat itu sangat menyedihkan karena banyak yang menangis. Setelah selesai bersalaman, banyak teman-temanku yang memelukku bahkan beberapa ada yang menangis. Aku Cuma tersenyum dan berkata “makasi yaa...”. Acara perpisahan ditutup dengan doa.

Setelah acara perpisahan selesai, kepala sekolah mengizinkan murid-murid untuk jalan-jalan dan berkeliling pura Tampaksiring. Saya berkeliling bersama Yogi. Pertama, saya ke areal pura Tampaksiring. Disana saya melihat kolam ikan yang katanya misterius dan sebuah kolam mandi dengan beberapa pancoran. Kedua, saya bersama teman saya berjalan ke istana Tampaksiring. Disana saya hanya berfoto-foto saja. Lalu kami pergi berbelanja di areal parkir untuk membeli oleh-oleh dan es krim. Saya kembali diserbu oleh pedagang-pedagang tadi. Terpaksa saya membeli sebuah patung Garuda yang terbuat dari kayu, mumpung harganya murah Cuma Rp10.000. Saya menghabiskan uang kurang dari Rp30.000 padahal saya diberi uang Rp50.000 ditambah isi dompetku yang tidak aku ketahui jumlahnya.

Setelah selesai jalan-jalan, tepat jam 1.30 siang saya kembali ke tempat kumpul tadi. Saya menunggu yang lain datang dulu, sambil menunggu aku minum obat anti mabuk terlebih dahulu. Setelah menunggu baru melakukan penghitungan murid supaya tidak ada yang ketinggalan. Setelah semua terhitung kami masuk ke dalam bis. Kali ini dengan tidak tertib. Saya duduk ditempat dan dengan orang yang sama dengan yang tadi. Perjalanan terasa agak membosankan, mungkin karena semuanya kelelahan. Beberapa ada yang muntah tapi temanku dan aku tidak muntah (syukurlah).

Setelah ‘tersiksa’ selama hampir 1 jam akhirnya kami sampai juga di SD ku, SD Negeri 3 Sading. Saya mengambil semua barang dan oleh-oleh untuk bapak, ibu, dan adik saya. Dan hari Senin saya sekolah seperti biasa, menggunakan pakaian kerja sampai minggu depan yang merupakan hari pembagian rapot.

Hari Sabtu selanjutnya. Seperti biasa saya bermain dan mengobrol bersama teman-temanku. Dan sampai saat yang aku tunggu-tunggu pun tiba. Yaitu pembagian rapot kelas 6 semester 2 yang mungkin merupakan rapot SD terakhirku. Bel tanda kumpul berbunyi, kami pun berkumpul di tempat dimana kita biasa berkumpul. Sebelum rapot dibagikan, diumumkan terlebih dahulu siapa saja yang mendapatkan ranking 3 besar. Ternyata, Juara 3 adalah (saya lupa), juara 2 adalah I Putu Hedi Sasrawan, dan juara 1 adalah Gusti Ayu Mitariyani (Komang, satu-satunya sainganku). Karena muris di kelas 6 Cuma berjumlah 17 orang, jadi wajar saja kalau saya selalu dapat ranking 1 atau 2. Aku berpikir pasti NEM ku lebih rendah dari dia. Lalu semuanya memberi ucapan selamat kepadaku dan tidak lupa aku memberi ucapan selamat kepada Komang dan kelas 5 kebawah akan libur selama 3 minggu. Sementara saya dan teman-teman kelas 6 lainnya akan libur selamanya dari SD Negeri 3 Sading. Tapi, hari Rabu nanti semua siswa kelas 6 harus datang ke sekolah untuk melihat NEM dan pembagian ijazah.

Hari Rabu telah tiba, saya berangkat ke sekolah dengan seragam batik. Saya terus berpikir kalau Komang NEM nya 25 kebawah, aku berapa ya? Apa aku bisa dapat sekolah di SMP Negeri 5 Denpasar? Sampai di sekolah saya melihat Komang bersama ajiknya ke sekolah. Komang terlihat sangat percaya diri. Setelah semuanya telah datang, NEM masing-masing siswa pun ditempelkan di papan pengumuman dan aku terkejut jika NEM ku tertulis 27,00, jauh lebih tinggi dibandingkan si ranking 1 dan aku mendapat NEM tertinggi di kelasku. Aku sangat senang dan Komang terlihat malu dan kemudian menangis. 1 jam kemudian kami semua mengambil ijazah.

Akhirnya cita-citaku ingin bersekolah di SMP Negeri 5 Denpasar ternyata tercapai. Aku sangat senang, apalagi hanya aku saja yang bersekolah di SMP Negeri 5 Denpasar (sampai lulusan sekarang). Saya pun memulai jalan baru, sebagai murid SMP Negeri 5 Denpasar seorang diri tanpa ada teman yang aku kenal sebelumnya. Aku harus bangkit, Tetap Semangat!


Cerpen setengah nonfiksi yang menarik tersebut ditulis oleh I Putu Hedi Sasrawan (itu saya! Hehehe…). Saya membuat cerpen ‘yang menarik’ ini karena dituntut oleh tugas Bahasa Indonesia yang disuruh membuat artikel tentang pengalaman pribadi. Tetapi saya dengan senang hati mengerjakannya. Smile

No comments:

Post a Comment