Afrika adalah benua yang kaya akan sumber daya alam. Tetapi, benua ini justru menjadi benua termiskin di dunia. Total PDB semua negara di Afrika hampir sepertiga dari PDB Amerika Serikat. Meskipun demikian, pertumbuhan ekonomi negara-negara Afrika merupakan salah satu yang tercepat di dunia. Meskipun masih ada sejumlah negara yang dilanda konflik dan kemiskinan yang luar biasa. Kemiskinan di Afrika tampaknya sulit dipecahkan dan ada perdebatan tentang penyebabnya. Penyebab umumnya adalah perang, kerusuhan, korupsi, politik yang tidak stabil, dan rezim pemerintah yang lalai. Mengapa Afrika banyak memiliki negara miskin dan terbelakang? Langsung saja kita simak yang pertama:
Baca juga: 20 Negara Miskin di Benua Afrika
Sesungguhnya, tidak semua tempat di Afrika identik dengan kumuh, miskin, dan penuh konflik. Ada satu kota seperti Kigali, ibukota Rwanda, sebuah negara kecil di tengah Afrika, bahkan jauh lebih rapi, bersih, dan tertata dibandingkan ibukota Indonesia.
1. Kurangnya Investasi
Selama 40 tahun terakhir, tingkat investasi di Afrika semakin menurun. Peringkat hutang yang buruk menjadikan negara-negara di Afrika tidak layak investasi. Hal itu disebabkan oleh berbagai masalah mulai dari konflik sampai pemerintah yang korup. Bahkan, sebagian besar investasi digunakan untuk hal yang tidak penting dan tidak efisien.
2. Infrastruktur yang Kurang Memadai
Menurut para peneliti di Overseas Development Institute, kurangnya infrastruktur di banyak negara di Afrika menjadi batasan paling signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan pencapaian tujuan pemerintah. Investasi dan pemeliharaan infrastruktur bisa sangat mahal, terutama di negara terkurung daratan dan daerah pedesaan yang jarang penduduknya.
3. Kualitas Sumber Daya Manusia
Kualitas sumber daya manusia Afrika paling buruk di dunia. Jumlah anak yang melaksanakan pendidikan dasar sangat sedikit. Banyak penduduk yang tidak menyadari pentingnya pendidikan sehingga lebih baik anak-anaknya disuruh bekerja membantu orangtua ketimbang menempuh pendidikan. IPM negara di Afrika juga tergolong rendah yang salah satu penyebabnya adalah angka harapan hidup yang rendah.
4. Dampak Kolonialisme
Dampak ekonomi dari kolonisasi Afrika telah diperdebatkan. Beberapa peneliti berpendapat bahwa Eropa memiliki dampak positif terhadap Afrika, sedangkan ada juga yang berpendapat bahwa pembangunan Afrika dihambat oleh pemerintahan kolonial. Tujuan utama pemerintahan kolonial di Afrika oleh Eropa adalah untuk mengeksploitasi kekayaan alam di benua Afrika dengan biaya rendah. Beberapa penulis seperti Walter Rodney dalam bukunya How Europe Underdeveloped Africa berpendapat bahwa kebijakan kolonial ini secara langsung bertanggung jawab untuk banyak masalah pada Afrika modern. Kolonialisme melukai kebanggaan, harga diri, dan kepercayaan Afrika. Frantz Fanon menambahkan bahwa efek sebenarnya dari kolonialisme bersifat psikologis bahwa dominasi kekuatan asing menciptakan rasa inferioritas dan penaklukan abadi yang menciptakan penghalang untuk pertumbuhan dan inovasi. Argumen itu menandakan bahwa generasi baru orang Afrika yang bebas dari pemikiran dan pola pikir kolonial bermunculan dan hal itu dapat mendorong transformasi ekonomi.
Sejarawan L.H. Gann dan Peter Duignan berpendapat bahwa Afrika mungkin diuntungkan dari kolonialisme. Kolonialisme dianggap sebagai mesin paling manjur untuk difusi budaya. Pandangan kolonialisme sebagai hal yang buruk ditentang. Sejarawan ekonomi David Kenneth Fieldhouse mengambil jalan tengah dengan mengatakan bahwa efek kolonialisme benar-benar terbatas dan kelemahan utamanya bukan dalam keterbelakangan yang disengaja tetapi apa yang gagal dilakukan. Niall Ferguson setuju dengan pon terakhir dengan alasan bahwa kelemahan utama kolonialisme adalah kelalaian. Analis ekonomi negara-negara Afrika menemukan bahwa negara-negara merdeka seperti Liberia dan Ethiopia tidak memiliki kinerja ekonomi yang lebih baik ketimbang negara-negara pasca-kolonial lain. Secara khusus, kinerja ekonomi bekas koloni Inggris lebih baik daripada negara-negara merdeka dari bekas koloni Perancis.
Kemiskinan relatif Afrika mendahului kolonialisme. Jared Diamond berpendapat dalam bukunya yang berjudul Guns, Germs, and Steel bahwa Afrika selalu miskin karena sejumlah faktor ekologis yang mempengaruhi perkembangan sejarah. Faktor tersebut termasuk kepadatan penduduk yang rendah, kurangnya hewan ternak dan tanaman, dan kondisi geografi Afrika. Namun teori Diamond telah dikritik oleh beberapa orang. Sejarawan John K. Thornton berpendapat bahwa Afrika sub-Sahara relatif kaya dan berteknologi maju sampai setidaknya abad ke-17.
5. Ketidaksetaraan Pendapatan
Orang miskin di Afrika sangat menderita dengan pendapatan yang sangat kecil. Bahkan banyak dari mereka yang mati kelaparan. Sedangkan orang kaya mendapatkan pendapatan yang sangat besar. Hal tersebut sering menimbulkan konflik yang memicu ketidakstabilan di sejumlah negara di Afrika.
6. Perbedaan Bahasa yang Sangat Luas
Negara-negara Afrika menderita kesulitan komunikasi yang disebabkan oleh keragaman bahasa. Indeks keragaman Greenberg adalah peluang 2 orang yang dipilih secara acak akan memiliki bahasa ibu yang berbeda. Dari 25 negara yang paling beragam menurut indeks ini, 18 diantaranya adalah orang Afrika. Ini termasuk 12 negara yang memiliki indeks keragaman Greenberg melebihi 0,9 yang berarti sepasang orang yang dipilih secara acak akan memiliki kurang dari 10% kemungkinan memiliki bahasa ibu yang sama. Namun, bahasa utama pemerintah, debat politik, wacana akademis, dan administrasi sering menggunakan bahasa bekas penjajah kolonial seperti Inggris, Perancis, dan Portugis.
7. Alokasi Anggaran dan Penggunaan Hutang Luar Negeri yang Tidak Bijak
Negara-negara Afrika kerap menginvestasikan uangnya untuk hal yang tidak memiliki dampak jangka panjang seperti senjata dibandingkan mesin industri. Akibatnya, banyak negara demokratis baru di Afrika yang dibebani hutang sebagai hasil dari rezim totaliter. Anggaran sering disalahgunakan untuk mengembangkan mega proyek yang tidak berguna. Seperti pembangunan bendungan di Ghana dan Mesir yang justru merusak lingkungan dan tidak berguna.
8. Persaingan Perdagangan
Teori ketergantungan menyatakan bahwa kekayaan dan kemakmuran negara adidaya dan sekutunya di Eropa, Amerika Utara, dan Asia Timur bergantung pada kemiskinan di seluruh dunia termasuk Afrika. Ekonom yang menganut teori ini percaya bahwa daerah yang lebih miskin harus memutuskan hubungan dagang mereka dengan negara maju agar bisa makmur.
Teori yang lebih tidak radikal menunjukkan bahwa proteksionisme ekonomi di negara maju menghambat pertumbuhan Afrika. Ketika negara-negara berkembang memanen hasil pertanian dengan biaya rendah, mereka umumnya tidak mengekspor sebanyak yang diharapkan. Berlimpahnya subsidi pertanian dan tingginya tarif impor di negara maju seperti Jepang, Uni Eropa, dan Amerika Serikat dianggap menjadi penyebabnya. Meskipun subsidi dan tarif telah dikurangi secara bertahap, tetap saja masih tinggi.
Kondisi domestik juga mempengaruhi ekspor. Over-regulasi di beberapa negara Afrika justru mencegah ekspor. Penelitian oleh Jane Shaw menunjukkan bahwa intervensi negara besar menekan pertumbuhan ekonomi Afrika. Petani hanya mampu melayani pasar lokal karena peluang ekspor sangat sedikit. Karena terdesak pasar, para petani berinovasi lebih sedikit sehingga menumbuhkan lebih sedikit makanan yang semakin menggerogoti kinerja ekonomi.
9. Konflik Berkepanjangan
Negara-negara di Afrika dikenal rawan konflik dan kekerasan seperti di Sudan Selatan, Somalia, Zimbabwe, Sudah, Chad, dan Republik Demokratik Kongo. Pemerintah Somalia bahkan tidak memiliki otoritas atas sebagian besar wilayahnya sehingga disebut negara gagal. Perang saudara di Republik Demokratik Kongo dan Sudan Selatan telah membuat sebagian warga hidup di bawah garis kemiskinan. Kekayaan alam dan mineral habis untuk mendanai perang dan kepentingan pribadi. Selain itu, ada juga pergolakan etnis yang semakin memperparah konflik di Afrika.
10. Pemerintah yang Tidak Stabil dan Korup
Meskipun pada tahun 1960-an tingkat pendapatan Afrika dan Asia sama, Asia melampaui Afrika sejak itu. Salah satu ekonom berpendapat bahwa pembangunan ekonomi Asia yang pesat dihasilkan dari investasi lokal. Korupsi di Afrika salah satunya berupa pemindahan modal finansial yang dihasilkan negara tidak untuk investasi di negaranya sendiri, melainkan disimpan di luar negeri. Stereotip para diktator Afrika dengan rekening bank Swiss seringkali akurat. Peneliti dari University of Massachusetts memperkirakan bahwa dari 1970 hingga 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara mencapai US$ 187 miliar melebihi utang luar negeri negara tersebut. Pejabat seringkali menyimpan kekayaan mereka di luar negeri dan kemungkinan tidak akan diambil untuk masa depan.
Meskipun korupsi menjadi masalah umum di setiap negara, di Afrika seringkali lebih parah. Banyak penduduk asli Afrika percaya bahwa hubungan keluarga lebih penting daripada profesionalisme sehingga orang-orang berwenang sering menggunakan nepotisme dan penyuapan untuk kepentingan mereka.
11. Bantuan Luar Negeri
Kebanyakan kelaparan lebih disebabkan oleh kurangnya pendapatan dibandingkan kekurangan makanan. Dalam situasi seperti ini, bantuan makanan (sebagai lawan dari bantuan keuangan) memiliki efek menghancurkan pertanian lokal dan memberi manfaat bagi agribisnis Barat yang sangat overproduksi makanan sebagai akibat dari subsidi pertanian. Secara historis, bantuan makanan lebih tinggi berkorelasi dengan kelebihan pasokan di negara-negara Barat daripada kebutuhan negara-negara berkembang. Bantuan luar negeri telah menjadi bagian dari pembangunan ekonomi Afrika sejak 1980-an.
Model bantuan telah dikritik karena menggantikan inisiatif perdagangan. Bukti yang berkembang menunjukkan bahwa bantuan luar negeri justru membuat benua tersebut menjadi lebih miskin. Salah satu kritikus terbesar dari model bantuan adalah ekonomi Dambiso Moyo (seorang ekonom Zambia yang berbasis di Amerika Serikat) yang menyoroti bagaimana bantuan asing telah menjadi penghalang bagi pembangunan lokal.
Saat ini, Afrika menghadapi masalah penerimaan bantuan asing di daerah yang ada potensi penghasilan tinggi. Afrika membutuhkan lebih banyak kebijakan ekonomi dan partisipasi aktif dalam ekonomi dunia.
Lumayan
ReplyDelete